Kupang, LIPUTANNTT.com,Dalam satu dasawarsa terakhir, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah dengan perluasan pembangunan dan investasi yang cukup massif. Seiring dengan berjalannya pembangunan, konflik agraria pun semakin mencuat. Calon Gubernur NTT Yohanis Fransiskus Lema menegaskan peran masyarakat yang bersifat "dari bawah" tidak boleh diabaikan demi investasi.
Pria yang akrab disapa Ansy Lema ini mengatakan konflik agraria merupakan pekerjaan rumah yang harus dibereskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT ke depan. Persoalan agraria yang kerap terjadi membutuhkan solusi yang konkrit dan berpihak pada masyarakat.
Tingginya angka konflik tersebut tidak terlepas dari kebijakan pro investasi yang meminggirkan hak-hak masyarakat. Apalagi, provinsi dengan keindahan alam yang luar biasa ini merupakan salah satu provinsi yang banyak disasar oleh kebijakan pembangunan melalui proyek-proyek strategis bertaraf nasional ataupun internasional.
"Salah satu penyebab konflik agraria terjadi karena adanya pengabaian dari pihak pemerintah terhadap keterlibatan masyarakat ataupun masyarakat adat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah tersebut. Mereka adalah tuan atas tanah dan rumah mereka. Tidak boleh diabaikan," ujar Ansy Lema di Kupang beberapa waktu lalu.
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan bahwa untuk menyelesaikan masalah agraria perlu menitikberatkan pada mitigasi konflik. Bagaimana pemerintah dan masyarakat harus duduk bersama untuk membahas rencana pembangunan yang hendak dilakukan. Tidak lupa pula, memastikan keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat dan lingkungan sejak awal.
Oleh sebab itu, dirinya mengakui pentingnya koordinasi bersama organisasi perangkat daerah (OPD) dan kementerian terkait agar persoalan saling klaim wilayah ini mendapatkan titik terang. Apalagi, Mantan Juru Bicara Ahok itu juga menyampaikan bahwa keterlibatan masyarakat maupun masyarakat adat menjadi elemen penting dalam proyek pembangunan di NTT.
"Pada prinsipnya masyarakat tidak boleh disingkirkan karena kebijakan negara. Kita mau bangun proyek apapun, harus memperhatikan aspek manfaat, manfaat bagi masyarakat dan juga aspek kesinambungan ekologi, mengancam lingkungan hidup atau tidak,” terang Calon Gubernur NTT nomor urut satu tersebut.
Selain itu, konflik agraria yang kerap terjadi juga diakibatkan selisih pemetaan wilayah antara negara dan masyarakat. Menurut Ansy Lema, dahulu pemetaan wilayah dilakukan secara manual, namun sekarang telah berganti menjadi pemetaan wilayah berbasis digital sehingga kerap kali ada selisih di antara kedua metode tersebut.
“Konflik-konflik ini terjadi salah satu penyebabnya karena pemetaan yang salah, dulu petanya pakai peta manual sekarang peta digital. Kerap kali itu bergeser dan juga biasanya ada pengabaian keterlibatan masyarakat dan masyarakat adat dalam pembangunan di wilayah itu,” terang Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tersebut.(*)