Kupang,LIPUTANNTT.com,Dugaan manipulasi hasil survei menjelang pemilihan gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mencuat ke publik. Persoalan ini muncul ketika Lembaga Survei Voxpol Center Reseach & Consulting atau Voxpol Center memutuskan untuk keluar dari Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) saat hendak diperiksa oleh Dewan Etik Persepi terkait perbedaan hasil surveinya dengan lembaga survei lainnya, yakni Indikator Politik Indonesia.
Awalnya, lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil surveinya pada Rabu (09/10/2024) dan menempatkan pasangan calon gubernur NTT nomor urut satu Ansy-Jane di urutan teratas dengan persentase suara 36,6%. Disusul pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma (Melki-Johni) pada posisi kedua dengan 27,4%, dan pasangan Simon Petrus Kamlasi-Andrianus Garu (Siaga) dengan 23,9%.
Menyusul hasil survei tersebut, Voxpol Center merilis hasil survei yang berbeda dengan Indikator Politik Indonesia. Voxpol Center menempatkan pasangan Melki-Johni pada posisi pertama dengan persentase suara 37,6% disusul Ansy-Jane dengan 34,8% dan SPK-Garu sebesar 19,8%.
Menanggapi polemik perbedaan hasil survei tersebut, Dewan Etik Persepi berencana memeriksa dua lembaga survei tersebut. Namun, alih-alih membuka data, Voxpol Center memilih mundur dari Persepi tanpa alasan yang jelas (baca di:https://m.jpnn.com/news/voxpol-mundur-dari-persepi-takut-diperiksa-soal-pilgub-ntt)
“Sebetulnya kami sudah merencanakan (pemeriksaan dan klarifikasi) Indikator sama Voxpol di NTT, tapi surat belum ditandatangani (Voxpol) sudah mundur," kata Dewan Pakar Persepi Hamdi Muluk Kamis (7/11/24).
Di sisi lain, pendiri sekaligus peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Prof. Burhanuddin Muhtadi, M.A., Ph.D. secara tegas menyatakan bahwa lembaganya siap buka-bukaan terkait survei Pilgub NTT. Menurutnya, Indikator Politik Indonesia terikat oleh kode etik sehingga bersedia untuk diperiksa oleh Dewan Etik Persepi.
“Sebagai anggota Persepi, kita terikat kode etik. Karenanya, kami siap buka-bukaan data, juga diperiksa oleh Dewan Etik Persepi,” kata Burhanuddin di sela-sela rilis survei Pilkada Kabupaten Majalengka secara virtual, Kamis (7/11/24).
Menanggapi dugaan manipulasi hasil survei tersebut, Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang menyampaikan bahwa saat ini tak banyak lembaga survei yang memiliki tingkat kredibilitas yang baik. Namun, keberadaan lembaga survei tetap diperlukan untuk memotret popularitas dan elektabilitas figur kandidat.
"Tidak banyak lembaga survei yang memiliki tingkat kredibilitas yang menjadi rujukan publik. Namun demikian, secara politik lembaga survey dibutuhkan untuk memotret trend popularitas dan elektabilitas figur," kata Ahmad Atang, Jumat (08/11/24).
Menurut Ahmad Atang, kerja-kerja lembaga survey secara metodologis umumnya dipertanggungjawabkan secara akademis. Akan tetapi, dalam beberapa kasus hasil survei yang dipublikasikan tidak sesuai dengan hasil akhir. Fenomena ini yang terkadang membuat publik mempertanyakan tentang tanggung jawab etis dari para surveyor karena tidak semua lembaga survei menjaga independensinya.
Dirinya juga menyarankan agar Voxpol Center merespon agenda pemeriksaan oleh Dewan Etik Persepi agar mencegah spekulasi miring dari publik. Keputusan Voxpol Center untuk mundur merupakan hak, namun publik akan memiliki kesimpulan sendiri.
"Menurut saya sebaiknya Voxpol merespon agenda pemeriksaan oleh persepsi untuk menghindari spekulasi publik. Bahwa pada akhirnya Voxpol harus keluar tentu merupakan hak mereka, tapi kalau seperti ini sikapnya maka publik dapat mengambil kesimpulan sendiri terhadap sikap Voxpol ini," lanjutnya.
Terkait kemungkinan manipulasi hasil survei pilgub NTT 2024 oleh Voxpol Center, Ahmad Atang menyebut bahwa dalam politik semua kemungkinan selalu ada. Namun, jika benar adanya maka akan terjadi kehancuran.
"Semua kemungkinan selalu ada, karena sebagai lembaga survey tentu orang memiliki kepentingan. Jika hasil direkayasa untuk memenuhi kemauan orang maka sudah barang tentu yang terjadi adalah kehancuran," pungkasnya.(*)