KUPANG,LIPUTANNTT.com,31 Januari 2025 – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menggelar doa bersama untuk mengenang tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Citra Mandala Bahari atau lebih dikenal dengan "JM Ferry" yang terjadi pada 31 Januari 2006. Tragedi ini merenggut nyawa dua insan Adhyaksa, yakni almarhum Engkus Kusdinar, SH., dan Philipus David Ay, yang tengah bertugas ke Kejaksaan Negeri Rote Ndao.
Doa bersama ini dipimpin oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) NTT Ikhwan Nul Hakim, S.H., dan diikuti oleh Asisten Intelijen Kejati NTT, Bambang Dwi Murcolono, SH., MH., Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, Mohammad Ridosan, S.H., M.H., Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Ridwan Sujana Angsar, S.H., M.H., Kabag TU, para Koordinator, serta seluruh pegawai Kejati NTT. Momen ini menjadi pengingat bagi seluruh aparat penegak hukum akan dedikasi dan perjuangan para jaksa yang bertugas, bahkan di wilayah terluar Indonesia.
Tragedi yang Tak Terlupakan;
Tepat 19 tahun lalu, KMP Citra Mandala Bahari yang berlayar dari Pelabuhan Bolok Kupang menuju Pelabuhan Pantai Baru, Rote Ndao, mengalami musibah di Selat Pukuafu. Selat yang dikenal berbahaya ini telah lama menjadi tantangan bagi para nahkoda karena arus kuat serta palung dalam yang mengancam keselamatan kapal.
Kapal dengan bobot 489 GT ini dinahkodai oleh Marianus Koten dan membawa sekitar 160 penumpang berdasarkan manifest, meskipun banyak pihak meragukan angka tersebut. Di antara para penumpang, terdapat tiga jaksa yang bertugas ke Rote Ndao, yakni Soleman Bolla, Engkus Kusdinar, dan Philipus David Ay.
Menurut kesaksian Wilmince Mangdalena Herlinda Tony, istri dari Soleman Bolla, suaminya selamat setelah berhasil keluar dari jendela kapal dan bertahan selama dua jam di laut menggunakan potongan kayu. Namun, Engkus Kusdinar dan Philipus David Ay tidak seberuntung itu. Engkus Kusdinar ditemukan dalam kondisi tak bernyawa, sementara jasad Philipus David Ay hingga kini belum ditemukan.
Kenangan Jaksa yang Gugur;
Salah satu kisah memilukan dari tragedi ini datang dari Marietje Margaretha Ay-Ndoen, ibu dari Philipus David Ay. Ia mengenang bagaimana putranya yang merupakan anak bungsu dan diharapkan mengikuti jejaknya sebagai jaksa, justru harus berpulang dalam tugas. “Deddy mungkin panik, sehingga berlari masuk ke dalam mobil dinas yang akan dibawa ke Kejari Rote. Ia tenggelam bersama mobil itu, dan hingga kini jasadnya belum ditemukan,” ujarnya penuh haru.
Sementara itu, Engkus Kusdinar bersama Soleman Bolla saat itu juga membawa seorang tahanan bernama Pangloli’. Tahanan ini dikenang sebagai sosok yang berjiwa mulia karena membantu menyelamatkan banyak penumpang dengan membagikan pelampung di tengah kepanikan.
Mengenang Perjuangan dan Dedikasi;
Tragedi ini menjadi pengingat akan beratnya tugas seorang jaksa dalam menegakkan hukum, bahkan di daerah terluar Indonesia. Doa bersama yang digelar hari ini bukan hanya bentuk penghormatan bagi mereka yang gugur, tetapi juga pengingat bagi generasi penerus Adhyaksa akan pentingnya dedikasi, keberanian, dan semangat pengabdian.
Semoga arwah para almarhum diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan pengabdian mereka senantiasa menjadi inspirasi bagi seluruh insan Adhyaksa.(*)
(KEPALA SEKSI PENERANGAN HUKUM)