KUPANG, LIPUTANNTT.com,Bertempat di Ruang Rapat Gubernur NTT, pada Senin (3/3/2025), Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena serta Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma menerima kunjungan kerja dari Pimpinan Komite II DPD RI, Angelius Wake Kako dan La Ode Umar Bonte beserta rombongan yakni para Senator dari berbagai wilayah di Indonesia.
Pertemuan ini dihadiri pula Pimpinan Perangkat Daerah terkait lingkup Pemprov NTT, Kepala ATR/BPN Provinsi NTT, serta oleh perwakilan dari Kementerian Pertanian yang merupakan wujud kolaborasi pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat sektor pertanian dan perkebunan di Provinsi NTT.
Kunjungan kerja DPD RI ini terkait pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Gubernur NTT, Melki Laka Lena, pada kesempatan tersebut mengatakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan telah mengatur tentang penyelenggaraan dan pengembangan sektor perkebunan di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor perkebunan, menjaga keberlanjutan lingkungan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar.
“Berbagai upaya yang kita lakukan telah sesuai dengan amanat UU 39/2014. Salah satu aspek yang perlu ditingkatkan adalah investasi swasta di bidang perkebunan, terutama di sub sistem hilir untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan pendapatan daerah. Selain itu perlu ditingkatkan kemitraan petani/ kelompok tani dengan swasta. Pemerintah Provinsi NTT sangat mengapresiasi dan mendukung upaya berbagai pihak dalam memfasilitasi dan menjamin ijin berusaha, perlindungan keamanan dan kepastian usaha serta pemanfaatan lahan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ucap Melki.
Gubernur Melki Laka Lena mengatakan pertemuan ini menjadi momentum penting yang sangat baik untuk berdiskusi terkait pelaksanaan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya di Provinsi NTT sehingga dapat memberikan saran konstruktif dalam penyempurnaan regulasi dan berbagai program kegiatan perkebunan di Indonesia, khususnya di NTT.
“Berbagai permasalahan dan hambatan yang dihadapi perlu dibahas bersama serta menawarkan gagasan dan saran konstruktif agar tujuan dan sasaran kegiatan dapat tercapai, terutama memberikan manfaat optimal bagi para petani di wilayah ini,” ucapnya.
Ia juga memaparkan bahwa perkebunan merupakan sub sektor yang sangat strategis dan telah berkontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi NTT dengan PDRB untuk sub-sektor perkebunan sebesar 9,59 % (BPS, 2023). “Lahan perkebunan di NTT pada tahun 2023 tercatat seluas 604.347,3 ha dengan produktivitas rata-rata 603 kg per ha dan melibatkan petani sebanyak 975.100 KK,” terangnya.
“Saya menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Pusat dan daerah serta semua pihak yang telah memberikan perhatian dalam upaya pengembangan komoditas perkebunan di NTT sehingga komoditas seperti kopi, kakao, jambu mete, kelapa dan cengkeh menjadi penopang ekonomi sebagian petani NTT. Berbagai upaya pengolahan hasil dan diversifikasi produk komoditas perkebunan telah dilakukan dalam mendorong nilai tambah dan peningkatan pendapatan petani/ pekebun di wilayah NTT,” tambah Melki.
Langkah-langkah tersebut di atas, jelas Gubernur Melki perlu terus ditingkatkan dan fokus sasarannya mencermati potensi dan agroklimat wilayah, sehingga apa yang telah dibangun dapat memberikan multiplier effect, tidak saja bagi pertumbuhan ekonomi di daerah ini, akan tetapi mampu membuka peluang kerja sekaligus dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi di pedesaan, menekan angka kemiskinan, dan kemiskinan ekstrem serta mendukung ketahanan pangan.
“Saya mengharapkan agar dalam pengelolaan pembangunan perkebunan agar terus membangun sinergi antara institusi, antara daerah, sesuai kewenangannya masing-masing, sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati oleh masyarakat di NTT.” Pungkas Melki.
Sementara itu, Angelius Wake Kako menekankan pentingnya mengubah persepsi bahwa perkebunan hanya identik dengan korporasi besar dan komoditas seperti kelapa sawit. Ia menjelaskan bahwa, di NTT, perkebunan justru didominasi oleh usaha rakyat dengan komoditas utama seperti kelapa, mente, kemiri, vanili dan hasil perkebunan lainnya.
“Ketika kita berbicara tentang perkebunan, orang lebih sering mengidentikannya dengan perkebunan kelapa sawit sebagai komoditas utama. Padahal, di NTT, perkebunan adalah bagian dari kehidupan masyarakat, usaha rakyat yang harus mendapat perhatian khusus," jelas Angelius.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk serta kesejahteraan petani. "Kita ingin agar perkebunan di NTT tidak hanya menghasilkan bahan mentah, tetapi juga hasilkan produk jadi yang memiliki nilai lebih di pasar. Hilirisasi adalah kunci untuk mendorong perekonomian daerah maju dan berkembang," ujarnya.
Dalam pertemuan ini, Ia bersama senator DPD RI lainnya berkomitmen akan memperjuangkan anggaran yang telah diusulkan oleh Pemerintah Provinsi NTT sebesar lebih dari 94 miliar kepada pemerintah pusat guna mendukung program swasembada pangan dan pengembangan sektor pertanian serta perkebunan, walaupun ditengah kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.(*)